Saturday, July 30, 2011

x redha : x tng ;)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Tidak banyak orang yang melakukan muhasabah diri. Sedangkan bila berbuat demikian akan menghasilkan ketenangan jiwa. Jiwa yang tenang itu akan memancarkan gelombang-gelombang emosi positif yang akan diterima oleh orang sekeliling. Hasilnya ketenangan jiwa kita tadi mampu membuat orang lain mencapai keharmonian fikiran serta beremosi positif. Jika sebaliknya, keadaan ketidak tenangan tersebut boleh membuat orang lain juga tidak tenang. Bahkan mengancam ketenangan orang lain.Perlu diketahui ketenangan minda dan ketenangan jiwa adalah dua perkara yang berbeza. Jika seseorang itu mengalami ketenangan minda dia belum tentu mencapai ketenangan jiwa. Namun jika di mengecapi ketenangan jiwa sudah pasti mindanya tenang.Persoalannya kenapa jiwa tidak tenang?. Jiwa yang tidak tenang adalah jiwa yang tidak dapat menerima ketentuan Allah s.w.t. dengan baik. Sentiasa melihat keadaan terjadi di sebabkan oleh orang lain. Sedangkan ia terlupa bahawa manusia hanya mampu merancang, dan Tuhan yang menentukan.Jika perancangan itu gagal, kita harus melakukan muhasabah diri dan berfikiran positif dan bertindak secara positif. Tidak boleh bertindak membabi buta sahaja. Kesannya ia akan mempamerkan akhlak kita yang sebenarnya.
Akhlak yang berselindung disebalik sesuatu yang zahir akhirnya akan terkeluar bila kita diuji dengan sedikit kesusahan atau kesulitan. Saat itu, terbongkarlah kebenaran nilai diri kita. Lantaran demikian kita akan melontar untuk menyalahkan orang lain. Mencari kesilapan orang hasil dari akhlak realiti dan ketidakan tenangan kita menerima ketentuan Allah s.w.t.

Sebenarnya orang demikian, adalah seorang yang bermasalah. Untuk mengelak dari di ketahui keadaan demikian, mereka akan mula mencari kesilapan demi kesilapan orang lain. Sehingga ia terlupa manusia ha

nya mampu merancang, yang memberi ketentuan adalah Allah s.w.t

Belajarlah menerima ujian dengan penuh keredhaan, agar jiwa menjadi tenang.

Allahu a’lam.

6 attacks vs 10 defences

The evil of Shaytaan is limited to six categories, he continues [to assault] mankind until he succeeds in one or more of them:
1) The evil of polytheism and disbelief;

2) Then innovations;

3) Next are the major sins;

4) Then the minor sins;

5) Subsequently, busying people with practicing Mubahaat [1] instead of practicing good deeds [that one is rewarded for];

6) Next is busying them with practicing deeds which are good instead of deeds which are better.

The reasons that safeguard a servant from the Shaytaan are ten:

1) Seeking refuge with Allaah from him;

2) Reading al Mu’awathatain [Surat an Nas and Surat al Falaq];

3) Reading Ayatul Kursi;

4) Reading Surat al Baqarah;

5) Reading the ending of Surat al Baqarah [last two verses];

6) The believer reading from the beginning of {Haa Meem.} until {to Him is the final return.} [Ghafir: 1-3];

7) Saying what translated means: ‘There is no deity worthy of worship but Allaah, alone having no partners, to him belongs the dominion, to him belongs all praise, and He has the ability to do all things.’ One hundred times;

8) Practicing the remembrance of Allaah a lot;

9) Performing ablution along with prayers;

10) Refraining from supernumerary (extra) looking around, talking, eating and mixing with people.

FOOTNOTES:
[1] Actions that one is neither ordered to or prohibited from performing specifically, such as eating or sleeping.
[Compiled by as Sa'dee from Ibnul Qayim's book: Badaa-'i al fawaa-id. Tareeq al Wusool ila al 'Ilm al Mawool: p.129]

QUESTIONS: Actions that one is neither ordered to or prohibited from performing specifically, such as eating or sleeping.~ what does this mean? specifically?

ANSWER:
[1] Actions that one is neither ordered to or prohibited from performing specifically, such as eating or sleeping.
is an explanation of the word mubuhaat. Mubuhaat is plural for mubah (permissible). The deeds of man fall into five categories:
1) COMPULSORY (good deed if done – sin if left out)
2) RECOMMENDED (good deed if done – no sin if left out)
3) OPTIONAL (mubah) (no good deed if done – no sin if left out)
4) DISLIKED (good deed if left out – no sin if done)
5) FORBIDDEN (good deed if left out – sin if done)
ALL deeds one does throughout the day fall into one of these five categories.
So the fifth attack of shaytaan reads: “Subsequently, busying people with practicing Mubahaat [1] instead of practicing good deeds [that one is rewarded for]” which means that one does an optional deed (which is neither rewarded or punished for) in his free time when he could have been doing a recommended deed.
Some examples of this could be:
a) Listening to the radio, when one can listen to an Islamic lecture instead,
b) Looking out the window in a long car journey, when one can read a book instead (if you’re a passenger of course)
And the examples can be many.
As for the word “specifically” in the above statement, then he (ra) is referring to deeds which have not been specifically mentioned as rewardable or punishable, hence why these acts fall under the mubah category. One does not get rewards or sins for sleeping, one does not get rewards or sins for eating, likewise there are many acts which one does for which he or she does not get any rewards or sins for. And it is these acts which Shaytaan makes one preoccupy his time in when he could be doing rewardable deeds.
As we know, on the day of Judgement the people will be split into three categories:
a) Those of the left hand (as-haabush shimaal)
b) Those of the right hand (as-haabul yameen)
c) The forerunners, who are brought close to Allaah (Saabiqoon / Muqarraboon)
And the proof for this is numerous in the Book of Allaah. After mentioning the terrors of the day of Judgement in surah waaq’iah (56) Allaah says; “…you will become of three kinds (i.e. separate groups): So the Companions of the Right Hand, Who will be those on the Right Hand? And the Companions of the Left Hand, Who will be those on the Left Hand? And the Forerunners, the Forerunners – they are the ones nearest to Allah. In the Gardens of delight (Paradise)…
And like we know Jannah and jahannam have many levels to it. Allaah says; “For all there will be degrees [or ranks] according to what they did.” [6:132] and we know that “…the hypocrites will be in the lowest depths [grade] of the fire…” [4:145]
So the more ones good deeds are, the higher one’s level is, in Jannah. Hence preoccupying oneself in beneficial deeds in ones free time increases one status in the sight of Allaah and increases ones level in Jannah. As the prophet (saw) mentioned; “…Pay attention to that which benefits you…” [Saheeh Muslim]
Also Allaah says; “…so strive as in a race in good deeds…” [5:48]
Likewise; in the hadeeth qudsee where the prophet (saw) mentioned that Allaah says; “My slave continues to draw near to Me by performing optional deeds such that I love him…” [Bukhaari]
So it is in preoccupying oneself in good deeds when one is free which attains Allaah’s pleasure and the opposite of this is what is hoped of by Shaytaan and what Ibn Al-Qayyim was referring to when he mentioned; “Subsequently, busying people with practicing Mubahaat [1] instead of practicing good deeds [that one is rewarded for]

sahabat

Sahabat Yang Baik

Wasiat Imam Syafi'e dalam Panduan Bersahabat

1. Sahabat Yang Baik
Aku mencintai sahabat-sahabatku dengan segenap jiwa ragaku, seakan-akan aku mencintai sanak saudaraku. Sahabat yang baik adalah yang sering sejalan denganku dan yang menjaga nama baikku ketika aku hidup ataupun setelah aku mati.
Aku selalu berharap mendapatkan sahabat sejati yang tak luntur baik dalam keadaan suka ataupun duka. Jika itu aku dapatkan, aku berjanji akan selalu setia padanya.
Kuhulurkan tangan kepada sahabat-sahabatku untuk berkenalan, kerana aku akan merasa senang. Semakin banyak aku perolehi sahabat, aku semakin percaya diri.
2. Mencari Sahabat Di Waktu Susah
Belum pernah kutemukan di dunia ini seorang sahabat yang setia dalam duka. Padahal hidupku sentiasa berputar-putar antara suka dan duka. Kalau duka melanda, aku sering bertanya. Siapakah yang sudi menjadi sahabatku? Dikala aku senang, sudah biasa bahawa banyak orang yang akan iri hati, namun bila giliran aku susah merekapun bertepuk tangan.
3. Pasang-Surut Persahabatan
Aku dapat bergaul secara bebas dengan orang lain ketika nasibku sedang baik. Namun, ketika musibah menimpaku, kudapatkan mereka tak ubahnya roda zaman yang tak mahu bersahabat dengan keadaan. Jika aku menjauhkan diri dari mereka, mereka mencemuhkan dan jika aku sakit, tak seorangpun yang menjengukku. Jika hidupku berlumur kebahagiaan, banyak orang iri hati, jika hidupku berselimut derita mereka bersorak sorai.
4. Mengasingkan Diri Lebih Baik Daripada Bergaul Dengan Orang Jahat
Bila tak ketemukan sahabat-sahabat yang takwa, lebih baik aku hidup menyendiri daripada aku harus bergaul dengan orang-orang jahat.
Duduk sendirian untuk beribadah dengan tenang adalah lebih menyenangkanku daripada bersahabat dengan kawan yang mesti kuwaspada.
5. Sukarnya Sahabat Sejati
Tenanglah engkau dalam menghadapi perjalanan zaman ini. Dan bersikaplah seperti seorang paderi pendita dalam menghadapi manusia. Cucilah kedua tanganmu dari zaman tersebut dan dari manusianya. Peliharalah cintamu terhadap mereka. Maka kelak kamu akan memperolehi kebaikannya.
Sepanjang usiaku yang semakin tua, belum pernah aku temukan di dunia ini sahabat yang sejati. Kutinggalkan orang-orang bodoh kerana banyak kejelekannya dan ku janji orang-orang mulia kerana kebaikannya sedikit.
6. Sahabat Sejati Di Waktu Susah
Kawan yang tak dapat dimanfaatkan ketika susah lebih mendekati musuh daripada sebagai kawan. Tidak ada yang abadi, dan tidak ada kawan yang sejati kecuali yang menolong ketika susah.
Sepanjang hidupku aku berjuang keras mencari sahabat sejati sehinggalah pencarianku melenakanku. Kukunjungi seribu negara, namun tak satu negarapun yang penduduknya berhati manusia.
7. Rosaknya Keperibadian Seseorang
Dalam diri manusia itu ada dua macam potensi tipuan dan rayuan. Dua hal itu seperti duri jika dipegang dan ibarat bunga jika dipandang. Apabila engkau memerlukan pertolongan mereka, bersikaplah bagai api yang dapat membakar duri-duri itu.
8. Menghormati Orang Lain
Barangsiapa menghormati orang lain, tentulah ia akan dihormati. Begitu juga barangsiapa menghina orang lain, tentulah ia akan dihinakan.
Barangsiapa berbuat baik kepada orang lain, baginya satu pahala. Begitu juga barangsiapa berbuat jahat kepada orang lain, baginya seksa yang dahsyat.
9. Menghadapi Musuh
Ketika aku menjadi pemaaf dan tak mempunyai rasa dengki, hatiku lega, jiwaku bebas dari bara permusuhan. Ketika musuhku lewat di hadapanku, aku sentiasa menghormatinya. Semua itu kulakukan agar aku dapat menjaga diriku dari kejahatan.
Aku tampakkan keramahanku, kesopananku dan rasa persahabatanku kepada orang-orang yang kubenci, sebagaimana ku tampakkan hal itu kepada orang-orang yang kucintai.
Manusia adalah penyakit dan penyakit itu akan muncul bila kita mendekati mereka. Padahal menjauhi manusia bererti memutuskan persahabatan.
10. Tipu Daya Manusia
Mudah-mudahan anjing-anjing itu dapat bersahabat denganku, kerana bagiku dunia ini sudah hampa dari manusia. Sehina-hinanya anjing, ia masih dapat menunjukkan jalan untuk majikannya yang tersesat, tidak seperti manusia-manusia jahat yang selamanya tak akan memberi petunjuk. Selamatkanlah dirimu, jaga lidahmu baik-baik, tentu kamu akan bahagia walaupun kamu terpaksa hidup sendiri.
11. Tempat Menggantungkan Harapan
Apabila engkau menginginkan kemuliaan orang-orang yang mulia, maka dekatilah orang yang sedang membangun rumah untuk Allah. Hanya orang yang berjiwa mulia yang dapat menjaga nama baik dirinya dan selalu menghormati tamunya, baik ketika hidup mahupun setelah mati.
12. Menjaga Nama Baik
Jika seseorang tak dapat menjaga nama baiknya kecuali dalam keadaan terpaksa, maka tinggalkanlah dia dan jangan bersikap belas kasihan kepadanya. Banyak orang lain yang dapat menjadi penggantinya. Berpisah dengannya bererti istirehat. Dalam hati masih ada kesabaran buat sang kekasih, meskipun memerlukan daya usaha yang keras.
Tak semua orang yang engkau cintai, mencintaimu dan sikap ramahmu kadangkala dibalas dengan sikap tak sopan. Jika cinta suci tak datang dari tabiatnya, maka tak ada gunanya cinta yang dibuat-buat.
Tidak baik bersahabat dengan pengkhianat kerana dia akan mencampakkan cinta setelah dicintai. Dia akan memungkiri jalinan cinta yang telah terbentuk dan akan menampakkan hal-hal yang kelmarin menjadi rahsia.
"Selamat tinggal dunia jika atasnya tidak lagi ada sahabat yang jujur dan menepati janji"

viewed

asdiqaa'i ;)

getaran sukma